"ORANG YANG TIDAK MEMBACA,PASTI TIDAK BANYAK TAU,MAKA BACALAH ISI BLOG SAYA WALAUPUN HANYA SEDIKIT"

Wednesday, May 15, 2013

CINTA MOLEN DIMAKAN DODOL


 
                                                                                                               03-12-2009

Dodol dan Molen adalah dua sekawan yang selalu bersaing untuk meraih juara kelas, dan Dodol selalu berhasil, berhasil dikalahkan oleh Molen. Walau demikian, persahabatan yang sudah mereka tanam sejak SMP itu tidak akan tumbang hanya karena persoalan rangking.
“Molen, kamu makan apa sich, kok bisa juara kelas selalu?” tanya Dodol penasaran.
“Masa sich kamu nggak tau, barusan kamu panggil aku apa?” balasnya.
“Molen? Emang kenapa?” 
                “Ya itu yang kumakan tiap hari selain nasi. Kalo kamu suka dodol kan?”
                “Lho kok tau?”
                “Ya tau-lah, namamu aja Dodol, berarti makanan kesukaanmu dodol juga kan?”
                “Kamu betul, makanan kesukaanku sama seperti namaku, yaitu Do-dol,” seru Dodol dengan tingkah konyolnya.
                “Aku juga lho, makanan kesukaanku sama seperti namaku, yaitu Mo-len,” sambung Molen sembari meniru gaya Dodol.
               
Walaupun di antara mereka terdapat perbedaan yang cukup nyata dalam meraih prestasi, namun Molen tidak pernah malu memiliki seorang sahabat seperti Dodol. Dodol yang katanya tolol, konyol, cebol dan berbagai macam julukan lainnya, sama sekali tak dipedulikannya, ia sayang dan kasihan terhadap sohibnya itu.
               
“Dol, ke Kantin yuk!” ajak Molen.
                “Ayuk, kebetulan aku juga lagi lapar”
                “Mau pesan apa Dek?” seru Kakak Pelayan.
                “Aku molen aja dech lima, sama jus molennya sekalian”
                “Kalo aku pesen dodol sepuluh, sekalian jus dodolnya jangan lupa”
                “Baik tunggu sebentar!” pamit si Pelayan sopan.
                “Dol, kok banyak kali, emang habis?”
                “Ya kalo nggak abiz tinggal dimasukin kantong, beres kan?"
                Beberapa menit kemudian, makan pun selesai…
                “Kak, nie uangnya!” kasih Molen “Dol, yuk cabut”
               
Di saat langkah kaki Dodol dan Molen mulai meninggalkan Kantin, tiba-tiba Kakak Pelayan mengejar mereka sambil teriak-teriak nyuruh berhenti, melihat kejadian tersebut, mereka pun lari tak mau ditangkap.
                “Ada apa sich Len? Kamu nggak bayar makanannya ya?” tanya Dodol sambil lari ngos-ngosan.
                “Ada kok, mungkin uangnya nggak cukup”
                “Kenapa kamu nggak bilang, aku kan juga punya duit”
                ‘Ya mana ku tau kalo nggak cukup”
               
Aksi kejar-kajaran pun terus berlanjut, hingga Dodol dan Molen menabrak seorang guru yang sering dipanggil dengan sebutan Bu Eri. “Aduh,” ketiganya saling mengucapkan kata yang sama bertanda sakit.

                “Molen, Dodol, Ibu mau tanya 5W+1H sama kalian,” selaku guru B.Indonesia ya itu-lah pekerjaan Bu Eri,
“Pertama What? Apa, ada apa?”
“Kami dikejar Bu”
“Dikejar? Yang kedua Who? Siapa yang mengejar?”
“Kakak Pelayan di Kantin”
“Pelayan di Kantin? Ketiga When? Kapan kalian di kejar?”
“Ya ini lagi dikejar, buruan nanyanya!”
“Oke, keempat Where? Dimana kejadiannya?”
“Ya di sini lah masa di Hongkong”
“Kelima Why? Kenapa kalian lari?”
“Karena dikejar”
“Kenapa dikejar?”
“Ya karena kami lari”
 “Aha, ketangkap juga kalian,” seru Kak Pelayan sambil menghela nafas lega.
“Len, kabuuur…!” ajak Dodol.
“Mau lari kemana  hah?” bentak Bu Eri sambil memegang kerah baju mereka.
“Ampun Kak, kami minta maaf,” Molen dan Dodol merasa bersalah.
“Kenapa kalian mesti minta maaf?” balasnya bingung.
“Sebenarnya ada apa sich ini?” Bu Eri bertambah bingung.
“Molen, Dodol, ini masih ada kembaliannya” seru Kak Pelayan sambil memenampakkan uang seribuan.
“Alah Kakak nie, macam iklan  Shampo Rejoice aja,” sahut Dodol.
“Iya, udah gitu pakek dikejar segala lagi, kirain ada apa?” tambah Molen kesel.
“Ya sudah sini duitnya!” pinta Dodol.
“Yuk Dol kita pergi!” ajak Molen.
“Eh tunggu dulu, Ibu belum tanya yang H-nya. How? Bagaimana kejadiannya?”
“Tanya sama bintang iklan Shampo Rejoice aja Bu!” teriak Dodol  dari kejauhan.

Dodol dan Molen kini telah jauh dari Bu Eri, mereka duduk di bawah sebatang pohon dekat kelasnya. Kejadian konyol barusan masih menjadi bayang-bayang di benak mereka, sesekali marah karena itu menyebalkan dan sesekali tertawa karena ada lucunya juga.

“Len, nie ambil duitmu!” kasih Dodol.
“Duet… duet, gara-gara kamu aku cape tau lari-lari,” seru Molen penuh sebel.
“Hah? Ternyata si Juara kelas bisa ngomong sama uang? Coba sini aku juga mau ngomong!” pinta Dodol sembari menarik uang yang dipegang Molen.

Ternyata Dodol tidak jadi ngomong, karena dia melihat sederetan nomor hanphone yang tercanstum di lembaran uang tersebut.

“Kok diam?” tanya Molen.
Ada nomor HP Len, pasti cewe cantik nie,” Dodol keriangan.
“Ayo catat, siapa tau dia jadi milik kita”
“Kita? Gue aja kale, Lo nggak”
“Jadi, bersaing lagi nie?”
“Oke siapa  takut”

Dodol dan Molen yang biasanya bersaing untuk mendapatkan juara kelas, kini malah bersaing memperebutkan cewe yang belum jelas batang hidungnya.
Persaingan pun dimulai dengan telfon-telfonan dan sms-an untuk mengetahui siapakah gerangan bidadari yang menempel di lembaran seribu tersebut, mereka menanyakan berbagai macam hal, mulai dari namanya, alamatnya, sekolahnya, bahkan nomor HP-nya pun ditanya, padahal di lembaran uangnya sudah ditulis.
Esoknya, Molen dan Dodol siap untuk memamerkan informasi yang telah mereka peroleh.

“Gimana Len, apa yang kamu tau dari cewe itu?” tanya Dodol meremehkan.
“Ah kamu Dol, jangan suka ngeremehin orang gitu-lah, aku tau banyak kok tentang dia”
“Oya, coba cerita apa aja yang kamu tau”
“Nama lengkapnya Susu Lembu Susu Sapi, yang disingkat dengan Su-si, Sekolahnya di Sigli dan tinggal di Rumah sendiri,” jelas Molen singkat.
“Itu aja yang kamu tau?” Dodol masih meremehkan Molen.
“Trus kamu tau apa coba?”
“Banyak, dia orangnya cantik dan langsing, rambutnya agak keriting, kerjaannya nguping, dan…”
“Dan matanya juling ya?” potong Molen.
“Nggak-lah, matanya itu bling-bling-bling. Sungguh bidadari yang sangat kuimpikan”
“Kamu hebat ya, bisa tau sampe sebanyak itu,” puji Molen.
“Oo pastinya donk, secara gitu”

Tiba-tiba HP-nya Molen bunyi.

“Eh ada SMS, dari Susi Dol, dari Susi”
“Apa dibilang?”
“Nanti ketemuan di  Cafe Keunirei ya, aku tunggu jam 4 sore”
“Hah? Dia ngajak kamu ketemuan?” Dodol sakit hati.
“Rumus apa sich yang kamu kasih, kok dia bisa klepek-klepek gitu sama kamu?”
“Ntahlah, rumus cinta mungkin”
“Eh Molen, aku ikut ya ketemuan sama Susi”
“Lho, yang diajak kan aku, bukan kamu”
“Ayolah, please…! Aku mau liat bagaimana sich wajah seorang Susi”
“Iya dech kamu boleh ikut,”
“Yes, Susi… Mas Dodol is coming…!!”

Waktu yang dinanti-nanti kan pun tiba, celana jeans dengan kemeja lengan panjang terpasang sudah di tubuh dua remaja yang sedang jatuh cinta. Dengan sedikit sentuhan Parfum Jessica, akan membuat mereka tampak segar di depan si wanita.

"Udah siap?”
“Siap donk, yuek berangkat!”
“Kamu bawa apa Len?”
“Aku bawa mawar putih, kalau kamu bawa apa, kok pakek dibungkus segala?”
“Aku bawa dodol rasa cokelat nie”
“Apa? Dodol? Kamu ini ada-ada aja, mana mungkin dia suka dodol”
“Ntahlah, kita liat aja ntar”

Sebuah motor butut mengaung keras, mengeluarkan asap menghiasi jalan raya. Dodol dan Molen tampak senyam-senyum sendiri, keduanya sangat penasaran, bagaimana sich bidadari yang bernama Susi itu. Tak lama kemudian, motor mereka telah tida tepat di depan cafe yang di tuju. Keduanya tampak ragu-ragu dan malu-malu untuk masuk ke dalamnya.

“Dol, kamu masuk duluan sana, biar aku yang di belakang,” Molen tampak ragu.
“Lho, kok aku yang duluan, dia kan mau ketemu sama kamu bukan sama aku”
“Ya udah, masuk barengan aja gimana?” usul Molen.
“Good idea”

Dirapikannya kemeja yang tampak agak kusut, diciumnya mawar yang masih segar, dan dengan PeDe, mereka langsung masuk ke Cafe.

“Len, di sini ramai sekali, kita nggak tau mana yang namanya Susi,” Dodol tampak bingung.
“Katanya sich dia pakek baju putih dengan bercak-bercak hitam”
“Oo itu dia, di meja paling ujung” Dodol langsung menemukannya.
“Iya bener, yuek ke sana!”
“Hi… Susi ya?” tanya Molen memberanikan diri.
“Iya, kamu Molen kan? Mari silahkan duduk. Oya, itu siapa?”
“Aku Dodol, yang nelpon kamu kemaren,” Dodol langsung memperkenalkan dirinya.
“Oo jadi kalian berdua temenan?”
“Iya, Molen ini sahabatku”
“Susi, ini kupersembahkan untukmu!” Molen memberikan mawar yang telah dipersiapkannya.
“Oh… co cuwiiit…!”
“Oya, mau pesan apa?” potong Dodol cemburu.
“Terserah sama kalian aja”

Tanpa sepengetahuan Susi dan Dodol, ternyata Molen sudah memesan makanan kesukaannya, yaitu namanya sendiri.

“Ini Dek pesanannya!” seru Pelayan Cafe.
“Oh iya, terima kasih,” balas Molen.
“Hah Molen?” Susi terkejut.
“Iya ini Molen, emang kenapa?”
“Aku nggak suka makan Molen, aku jijik”
“Oo ya sudah aku minta maaf, mau kupesan yang lain?”
“Nggak usah,” potong Dodol.
“Kok nggak usah?” Molen heran.
“Kamu habiskan aja tuh molen, biar Susi makan aku punya”
“Maksud kamu apa?” Molen bingung.
“Susi, ini kupersembahkan untukmu,” Dodol memberikan kado yang dibawanya.
“Dol, kamu jangan macam-macam ya!” ancam Molen.
“Ini apa?” tanya Susi heran.
“Buka aja!”

Tanpa menghiraukan Molen, bola mata Susi kini tertuju ke sebuah kado yang sedang dipegangnya, tanpa ada rasa bimbang maupun ragu, ia langsung membukanya.

“Wow, ini kamu ya?” canda Susi sambil memegang beberapa dodol rasa kesukaannya.
“Ya, itu aku, kamu suka?”
“Kamu tau nggak, dodol itu makanan favoritku lho, apalagi yang rasa cokelat”
“Oya, berarti kita sama donk”
“Dol, maksud kamu apa sich? Kamu mau temen makan temen ya?” Molen mulai marah.
“Molen, maaf ya, ini bukan soal persahabatan, tapi ini masalah per-cin-ta-an”
“Tau apa kamu tentang cinta?” Molen semakin memanas.
“Yang kutahu… cinta itu in…dah,” balas Dodol dengan irama lagunya Afgan.
“Oo jadi kamu mau merebut cewe aku ya?”
“Siapa yang merebut, kamu masih ingat kan, kita ini sedang bersaing, kalah menang biasa aja donk!” 
“Oo jadi kamu menganggap kalo kamu itu udah menang?”
“Ntah-lah, tanya aja sendiri sama Susi!”
“Susi, sebenarnya kamu cinta aku kan?” tanya Molen dengan penuh kelembutan.
“Iya aku cinta kamu, tapi maaf, gara-gara Molen tadi aku jadi illfeel sama kamu”
“Jadi, ka kamu…”
“Iya, sekarang aku jatuh cinta sama Dodol”
“Tapi kenapa?”
“Dodol rasa coklat itu-lah yang telah merebut hatiku”
“Ha ha ha, gimana Len, sekarang siapa yang menang?” Dodol keriangan,
“Makanya, ngapain berjuang demi cinta, cinta cuma butuh…”
“Apa? Butuh Alpenlibe?”
“Bukan, cinta cuma butuh dodol rasa coklat, daah…!!”


ADSENSE

Artikel Terkait

0 komentar:

Post a Comment