BENAR- BENAR BEGOK
07-02-2008
Hery namanya, pendek orangnya, lumayan
ganteng wajahnya, tapi begok dan blo’on otaknya. Fery yang dikenal sama teman-
temannya sebagai orang yang bisa menjawab semua pertanyaan dengan asal- asalan,
selalu membuat masalah, bukan lagi dengan sesama kawan, tapi dengan guru pun jadi.
Pagi
hari…
“Driing… Driing..,” alarm berdering.
“Uuaah…,” Hery menguap ”hah, udah jam
7:30, aku harus buru-buru nie, bisa mampus aku kalau sampe telat”
Hery langsung bergegas menuju ke Sekolah,
dan ternyata dia tidak telat, wiih.. gila tu orang, jangan-jangan dia nggak
mandi lagi.
Suasana di Kelas yang tadinya riuh dan
ribut, kini jadi tenang bagai orang habis kentut karena kedatangan Pak Zainal.
“Anak-anak, hari ini kita belajar
masalah cinta tanah air, ada yang tau arti dari cinta tanah air?”
“ Saya tau pak,” Hery mengangkat
tangannya.
“Serius kamu bisa jawab?”
“Jangankan serius, dua rius pun boleh
Pak”
“Ya udah, ayo cepat jawab!”
“Gini Pak, kalau cinta itu artinya sayang
dan peduli terhadap sesuatu, kalau tanah yang itu Pak, yang banyak rerumputannya,
trus kalau air masa bapak nggak tau, air itu kan banyak, ada air hujan, air
sumur, air susu, kopi, dan masih banyak yang lain. Jadi kesimpulannya adalah
kita harus cinta dan peduli kepada tanah yang bercampur air, berarti bece donk,
gimana Pak jawaban saya, bener kan?,” jawab Hery panjang lebar tanpa mengetahui
bahwa Pak Zainal sudah keluar asap dari telinganya.
“Nggak.. nggak bener, jawaban kamu itu
sangat melecehkan arti sesungguhnya cinta tanah air, kamu harus dikasih hukuman,”
bentak Pak Zainal.
“Tapi Pak, saya kan menjawab
pertanyaan itu dengan…”
“Dengan asal-asalan kan, sana berdiri
sebelah kaki di depan, cepat!”
“Dasar Zainal, kutonjok ntar baru tau
diri,” Hery ngomel sendiri sambil berdiri sebelah kaki.
“Anak-anak, hari ini bapak nggak bisa ngajar,karena
ada urusan sedikit di luar, jadi bapak cuma ingin kasih tau, bahwa besok kita
ulangan sejarah. Sebelum bapak pergi ada yang ingin bertanya?”
“Ada Pak!” teriak Hery.
“Mau nanya apa kamu?” tanya Pak Zainal
lantang.
“Nggak dech nggak jadi,” Hery
ketakutan mendengar nada yang keluar dari mulut Pak Zainal begitu menyeramkan.
“Sekarang baca-baca aja buku
sejarahnya, supaya besok kalian bisa jawab soal ulangannya”
Semuanya mulai membaca, namun tidak
dengan Hery, dia hanya asik tidur mununggu bel pulang menjemputnya.
Detik berganti menit, menit pun
berganti dengan jam, tak terasa bel yang ditunggu-tunggu pun datang.
“Horee pulaang…!!”
Semuanya mulai meninggalkan ruang
kelas, kecuali Hery yang masih menjelajahi dunia mimpinya. Tiba-tiba datang petugas
sekolah mau mengunci pintu, tapi untungnya dia melihat Hery dan segera melaporkannya
ke Pak Zainal.
“Pak, itu ada siswa di dalam”
“Siapa?” Pak Zainal penasaran.
“Nggak tau Pak”
Karena penasaran Pak Zainal pun masuk
untuk melihatnya.
“Her.. Hery..Hery..”
“Eh Bapak, ada apa Pak?” seru Hery dengan
air liur yang menempel di pipinya.
“Kamu lagi ngapain?”
“Nggak ngapa-ngapain kok Pak”
“Bukannya kamu lagi buat peta?” Pak Zainal nyindir.
“Nggak, aku nggak buat peta, emang Bapak
liat di mana petanya?”
“Itu nempel di pipimu”
“Oo maaf Pak,” Hery segera manyapu air
liurnya itu.
“Oya, teman-temanmu mana?”
“Teman-teman? Nggak tau Pak” jawab Hery
enteng.
“Hei Hery begok, teman-temanmu udah pulang
dari tadi, ngapain kamu masih tidur di sini?" nadanya mulai tinggi.
“Udah pulang ya, berarti kita tinggal
berdua donk”
“Emang kenapa kalo kita tinggal berdua?”
“Saya punya BISNIS Pak”
“Emang orang begok sepertimu bisa
berbisnis?”
“BISNIS yang ini beda Pak, BISNIS saya itu
Bisikan si Manis”
“Siapa si manisnya, Bu Mimi ya?”
“Aa… ketahuan ni ya...”
“Huys… awas ya kalo orang laen sampe tau.
Sudah sana pulang cepat!”
“Sebelum saya pulang, minta soal ulangan
besok donk Pak” Hery merayu.
“Oo sudah banyak kemajuan sekarang ya,
cepat pulang atau Bapak kurung di sini?” nada Pak Zainal naik seribu laras.
Tanpa berpikir panjang, Hery langsung
pulang. Sesampai di Rumah…
“Kok pulangnya telat?” tanya sang Mama.
“Maklum Ma, saya kan anak rajin, jadi sering
dibutuhkan di Sekolah”
“Oya, trus yang malasnya siapa?”
“Yang malas tu semua temen-temen Hery Ma”
“Lho, emang kenapa mereka semua pada
malas?”
“Gini lho Ma, teman-temanku tadi pada cabut
sekolah, kalau aku sich buat peta dulu baru pulang”
“Oo… buat peta dulu, mana coba Mama mau
liat!”
“Ya… petanya kan udah dikumpul”
“Oo… ya sudah, ibu ke Pasar dulu ya”
Hery langsung masuk kamar dan bergegas
untuk mandi. Ternyata pas di Kamar mandi, Hery terpeleset dan jatuh pingsan,
yang lebih parah lagi, tak ada satu pun orang mengetahui kondisinya. Waktu
terus berjalan, tak terasa shubuh pun datang.
Ayam-ayam mulai berkokok menyemarakkan
suasana di pagi hari, Hery terbangun dan terkejut bahwa hari ini ada ulangan.
Tanpa buang-buang waktu Hery langsung bergegas secepat mungkin. Ternyata dia
sampe di Sekolah tepat pas di saat bel berdering dan masuk ke Kelas berbarengan
dengan Pak Zainal.
“Keluarkan selembar kertas dan simpan semua
buku!”
Ulangan berlangsung dengan tenang tanpa ada
keributan, semuanya bisa menjawab soal dengan lancar, kecuali Hery yang asik
celengak-celengok sana-sini.
“Cut, nomor satu apa jawabannya?” bisik Hery
mencari bantuan.
“Jawababnnya panjang, ntar kalo aku
dikte bisa ketahuan”
“Syafra, nomor dua jawabannya apa?”
“Belum siap, nie aku lagi buat nomor satu”
“Angga, bagi-bagi donk!”
“Bagi? Itu mah pelajaran matematika,
pelajaran sejarah mana ada ditanya bagi-bagi,” balas Angga tolol.
Kerena nggak ada yang bisa diharapkan, Hery
pun berusaha menjawab sendiri. Satu jam kemudian, waktu habis dan hasil ulangan
pun dikumpul. Pak Zainal mengatakan bahwa ia akan membagikan hasil ulanganmya
tepat disaat bel pulang bunyi.
* * *
Bel yang dinantikan pun berdering kencang,
Pak Zainal langsung masuk kelas untuk menetapi janjinya yakni membacakan hasil
ulangan.
“Pak, buruan Pak dibaca, kami udah nggak
sabar!” teriak murid-murid
“Hari ini Bapak senang sekali, karena
kalian semua mendapatkan nilai 90, tapi…”
“Tapi kenapa Pak?”
“Ada satu orang yang mendapatkan nilai
lebih tinggi”
“Siapa Pak?”
“Dia adalah Hery”
“Hah aku? Horee… horee…” Hery keriangan.
“Oya Pak, emang nilainya Hery berapa?” tanya
Angga yang sedikit iri.
“Nilainya…”
“Udahlah Pak buruan, nggak usah sok
misterius gitu”
“Ehmm… nilai Hery nol besar!”
“Hah nol besar?” semua pada kaget.
“Iya, nol besar, itulah nilainya, gimana Hery
kamu puas?”
“Pu.. pu.. pu..”
”Apa pu-pu-pu, kenapa nilai kamu bisa
serendah ini?”
“Anu Pak, semalam saya nggak sempat belajar
karena saya pergi piknik di kamar mandi” jelas Hery sebagai alasan.
“Maksudmu apa, Bapak nggak ngerti”
“Maksudnya, semalam tuh saya…”
“Udah-udah, Bapak nggak mau dengar alasan
kamu, pokoknya minggu depan kamu harus remedial dan Bapak harap nggak ada lagi
acara piknik-piknik segala”
“Ba.. ba.. baik Pak”
Hari ini nasip Hery lagi-lagi sial, namun ia
kembali girang dengan membohongi Mamanya sendiri.
“Gimana nak hari ini di Sekolah?“ tanya Mamanya
membuka pembicaraan.
“Biasa-biasa aja kok”
“Oya, hari ini siapa yang rajin?”
“Oo... pastinya Hery dong“
“Oya? Emangnya kenapa?“
“Karena minggu depan Hery masih bisa
remedial, kalau yang lain sih nggak Ma“
“Wow, hebat dong kamu, selamat ya atas remedialnya,“
ternyata Mamanya juga tidak kalah begok dengan anaknya.
“Anak siapa dulu donk? Anak Mama gitu,”
balas Hery yang seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mamanya.
“Trus yang malasnya siapa?”
“Yang malas tuh Pak Zainal Ma”
“Lho? Kok bisa?”
“Iya, tadi waktu ulangan kami cape mikirin
jawaban, sedangkan Bapak cuma duduk-duduk aja kerjaannya, guru macam apa tuh?”
“Alah nggak usah dipikirin, Mama mau ke
Dapur dulu ya”
“Iya, nie aku juga mau nonton CINLOK dulu”
Melihat orang di dalam TV bisa berdua-duaan,
Hery iri juga ingin begitu, jadinya dia punya ide untuk masuk ke sana dengan
cara memecahkan TV.
“Praang… Priing…!” suara pecahan kaca mulai
terdengar.
“Hery, kamu lagi ngapain nak?”
“Lagi mecahin TV”
“Lha emang untuk apa?”
“Mau ikutan acara CINLOK Ma”
“Oo Cinta Lokasi itu ya?”
“Iya, Mama mau ikutan nggak?”
“Mau-mau, di sana Mama bisa cariin ayah
baru buat kamu”
“Ya udah tunggu apa lagi? Yuek kita pecahin
sama-sama”
“Ayuek”
“Praang… Priing… Pruung”
“Lho, kok gambarnya hilang?”
“Mati lampu kali”
“Yaa cape dech!”
0 komentar:
Post a Comment